生け花

Seperti yang kebanyakan orang tahu, Ikebana adalah seni merangkai bunga khas Jepang. Seni ini tentunya memiliki daya tarik tersendiri bagi orang-orang asing seperti saya. Apalagi bagi seorang yang sangat mengagumi keindahan bunga seperti saya ini. Saya suka bunga. Selama di Indonesia sebenarnya saya sangat ingin memajang bunga segar setiap hari. Tapi apa daya, pasar bunga jauh dari tempat tinggal saya, lagipula harga bunga segar  masih tergolong mahal.

Nah, ternyata frase ‘bunga segar itu mahal’tidak hanya berlaku di Indonesia. Di negeri Sakura pun bunga segar tergolong mahal. Harga bunga di supermarket rata-rata 300yen ke atas. Tentu saja angka ini tergolong mahal bagi saya selaku warga Indonesia. Alasannya tentu saja karena masih sering meng-kurs-kan yen ke rupiah. 300yen itu kan sama dengan 35ribu.

Nah, bunga 300yen yang saya bicarakan itu adalah bunga segar biasa dengan jumlah yang biasa pula. Kalau kita membicarakan ikebana, jangan ditanya, tentu saja uang yang dibutuhkan akan lebih besar lagi. Pertama, tentu saja karena bunga yang biasa digunakan dalam ikebana bukan sekedar bunga biasa yang harganya juga luar biasa.

Hari Selasa lalu, tanggal 9 Nopember 2010, saya berkesempatan menghadiri kelas ikebana yang diadakan di International Student Center. Kelas itu tidak diadakan dengan rutin setiap selasa, hanya diadakan jika Senseinya tidak berhalangan hadir. Saya hadir bersama dua orang teman Indonesia. Yang satu, mbak Nur namanya, memang anggota kelas itu yang sudah menghadiri kelas hampir 16 kali. Yang satu lagi mbak Desti, hanya seorang penonton yang mengajak saya hadir.

Nah, ternyata sistem kelas ikebana ini adalah, jika kita telah menghadiri berapa kali pertemuan, kita bisa neik level. Karena sebelumnya saya telah membahas tentang masalah biaya, saya akan melanjutkan bahasan tersebut lebih dahulu. Saya sempat bengong ketika mendengar angka tagihan yang disebutkan sensei pada murid-muridnya. Tidak ada yang berangka di bawah 1000yen. Para murid yang masih level bawah saja harus membayar sekitar 1800yen. Itu adalah biaya untuk bunga dan buku petunjuk. Semakin tinggi level Anda, tentu saja semakin tinggi tingkat kesulitannya, dan semakin indah bunga yang Anda gunakan, sehingga sangat memungkinkan semakin tinggi pula biaya yang harus Anda keluarkan. Selain biaya bunga, anda juga harus membeli vas dan dudukan bunga untuk digunakan selamakelas ikebana.

Nah, saya akan lanjutkan dengan cerita selama kelas berlangsung. Malam itu kelas dimulai pukul 6 dan berakhir pukul 8. Kelas dilaksanakan di sebuah Washitsu (ruangan tradisional Jepang) yang berada di lantai 4 University Hall. Kelas dihadiri oleh seorang Sensei yang sangat ramah dan 7 orang peserta dan ditambah 3 tamu yang hadir untuk menonton. Di antara 7 peserta itu terdapat 3 orang Jepang, 2 orang bule (entah dari negara mana, yang jelas mereka berkulit putih), 1 orang Thailand, dan 1 orang Indonesia. Setelah menyelesaikan urusan administrasinya, masing-masing peserta mendapatkan bunga mereka. Jenis bunga milik tiap peserta berbeda berdasarkan level dan model yang akan mereka buat. Hanya 1 jenis bunga yang bisa saya kenali namanya malam itu, bunga mawar.  Selain itu, saya kurang tahu nama-nama bunganya.

Mula-mula peserta mengatur dudukan bunga mereka di dalam vas sesuai dengan model yang akan dibuat. Lalu mereka mengisi vas mereka dengan air. Bagi peserta yang telah paham apa yang harus dilakukan, mereka langsung mulai mengutak atik tangkai dan memotong di sana-sini. Bagi yang masih bingung, mereka mendapat pengarahan dari sensei.  Pengarahan-pengarahan yang saya dengarkan lebih pada panjang ranting, letak, sudut, dan jumlah yang harus dipasang.

Orasa, teman dari Thailand yang untuk pertama kalinya merangkai bunga, mendapat model tegak dengan bunga mawar kuning, ranting, dan bunga-bunga putih kecil yang cantik. Orasa langsung mulai merangkai bunganya.  Dengan cepat dia mulai menekuk-nekuk ranting untuk membentuk pola yang tepat dan memotong bagian-bagian ranting yang tidak dibutuhkan. Dengan cepat pula ia memasang ranting dan bunganya sehingga tak butuh waktu lama sampai akhirnya sensei berteriak senang. Akan tetapi sayangnya, ikebana memang tak semudah dan secepat itu. Menurut sensei, penataan rantingnya sebagai bagian utama dan pembentuk, sudah bagus.Hanya saja ada beberapa bagian bunga penghias (bunga mawar dan bunga putih kecil) yang harus ditata lagi. Diantaranya adalah penyatuan bunga mawar ke dalam bunga putih yang memang ukurannya lebih kecil dan lebih banyak jumlahnya. Satu lagi yang menjadi pelajaran bagi semua yang hadir, bahwa setiap bunga memiliki wajah. Bunga mawar Orasa wajahnya menghadap keluar sehingga terlihat seolah sedang marah pada ranting yang menjadi mainnya. Maka sensei pun membetulkan arah wajah mawar itu agar menghadap main dengan memotong tangkai bawahnya dengan arah berlawanan dengan yang sudah dipotong oleh Orasa. Dan beginilah hasilnya.


Hasil karya Orasa

Satu lagi model yang dibuat malam itu adalah model miring. Mbak Nur, teman dari Indonesia memperlihatkan kebolehannya dalam merangkai bunga model miring. Bahan yang digunakan hanya ranting dan bunga bewarna biru keunguan. Untuk membuat model miring memang tergolong sulit. Dudukan bunga diletakkan di ujung kiri vas yang bentuknya lempeng mirip baskom. Lalu dimulai dengan membentuk ranting terdepan dan terpanjang. Ranting tersebut harus dibentuk sedemikian rupa sehingga bisa miring dengan indahnya. Lalu dilanjutkan oleh ranting-ranting selanjutnya yang tak lupa pula dipotong bagian-bagiannya yang tidak dibutuhkan.

Setelah ranting selesai, dilanjutkan dengan mengatur bunga penghias. Bunga yang digunakan bentuknya bertumpuk. Mbak Nur diintruksikan untuk memotong hingga tertinggal maksimal 4 tingkat bunga teratas.Setelah itu bunga pun ditata sesuai dengan tempatnya di dalam vas. Setelah selesai, lagi-lagi sensei membetulkan yang kkurang sambil terus memberikan keterangan yang banyak bermanfaat, khususnya bagi peserta kelas. Bahwa kemiringan ranting tengah terlalu tinggi atau terlalu rendah. Tidak lupa pula diajarkan cara memotong tangkai agar bunga atau ranting bisa berdiri tegak ke arah yang sesuai. Setelah diutak-atik sedikit oleh sensei, beginilah hasil akhir bunga rangkaian mbak Nur.


Bunga hasil rangkaian mbak Nur.

Setelah kelas selesei, masing-masing peserta membereskan peralatan mereka sendiri. Bunga yang telah dirangkai itu di cabut untuk dibawa pulang. Setelah peralatan masing-masing beres, kami mengembalikan meja ke tempat semula. Setelah itu pulang. ^^

Begitulah pengalaman saya sebagai tamu di kelas ikebana. Saya yang sangat menyukai bunga hanya bisa menelan ludah menahan keinginan mengikuti kelas. Berikut ini akan saya lampirkan beberapa foto yang saya ambil selama kelas  berlangsung dan juga hasil karya beberapa teman yang tidak saya ceritakan. Serta pesan singkat dari sensei yang saya ingat.



Suasana kelas yang santai membuat peserta bisa mengerjakan rangkaian mereka sambil bercengkrama.


Sensei sedang memberikan pengarahan kepada mbak Nur.




Hasil karya lainnya.

Pesan singkat sensei tentang Ikebana:
“Jangan takut membuang bunga. Ambil yang diperlukan saja, karena menggunakan semua bunga bukan berarti indah.”


Ditulis 12 Nopember 2010 di Tsukuba, Jepang
Oleh Thia Juwita Fajarwati
http://thea-mariterusmenggali.blogspot.com